Pentingnya Pendidikan Karakter bagi seorang Muslim

Setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari pendidikan nasional (hardiknas). Kali ini saya tidak mengajak pembaca untuk membahas tentang peringatan seremonial hardiknas, tapi tulisan ini membicarakan pendidikan karakter dalam diri individu peserta didik. Mungkin bisa dikatakan tulisan ini hanya sebuah coretan tentang refleksi pendidikan di Indonesia.

Melihat fenomena para siswa selama ini di Koran-koran dan media elektronik sungguh sangat miris. Banyak sekali kita mendengar di satu sekolah misalnya ada murid yang menghina gurunya di situs jejaring social seperti facebook, atau ada juga yang melaporkan tindakan guru yang hanya mencubit / membentak sedikit ke orang tuanya dan orang tuanya pun melaporkan ke polisi. Belum lagi berita tentang tawuran antara pelajar, mahasiswa, dan juga antar kampung. Yang terakhir juga tentang Ujian Nasional (UN). Gara-gara tidak lulus UN ada dari siswa-siswi yang demonstrasi, maki-maki pihak sekolah, dan yang paling "gila" adalah ada yang bunuh diri dengan berbagai macam cara. Sudah separah inikah kondisi bangsa kita???

Apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia?
Kurikulumnya?
Guru kah?
Sistem kah?
Kepala Sekolahnya?
Kepala Dinas kah?

Atau…
Atau…?????????
Hmmm….coba dianalisa sendiri ya. Saya lg malas nulis dan beranalisa panjang-panjang nih…lapar euyyyy. ! pending dlu, sy lg smsan ama ehem-ehemmmm...:p. btw, saya mau makan dulu la yahhh....I'll be back.!

Kembali ke Laptop..........!!!!!!!!!!!!
Sebenarnya banyak yang mau ditulis tentang pendidikan. Terutama masalah pendidikan karakter bagi siswa. Saya tidak sampai hati dengan Pak Mendiknas karena udah mencuri start tentang masalah ini. Biarlah cukup Pak M. Nuh yang memberikan sambutan hardiknas. Hiihihi..peace pak Nuh.
Sebelumnya Pak Nuh (menteri Pendidikan Nasional) sering mengatakan bahwa negeri kita ini perlu diterapkannya pendidikan karakter.

Dulu ketika saya masih SD pernah mengalami yang namanya dipukul dengan rol (penggaris) yang terbuat dari kayu yang panjangnya 100 cm. Pernah juga ditarik telinga. aw...:)) Hampir semua murid yang melakukan kesalahan pasti kena hukumannya pada masa itu. Tapi pada masa itu kami tidak pernah melaporkannya kepada orang tua untuk menindaklanjuti tindakan guru kami tersebut. Kalau kena marah dan "turunnya hujan lokal" itu lebih sering lagi.


Kemudian ketika di SMP masa-masa "suram" itu sudah mulai agak kurang. Tapi seingat saya pada saat itu secara pribadi saya tidak mengalami lagi seperti ketika di SD. Cuma saya melihat dan menjadi saksi hidup ketika teman-teman saya yang kena hukuman dari guru. Macam-macamlah hukumannya, ada yang dihukum berdiri setengah kaki, berdiri di bawah tiang bendera dalam keadaan siap dan tangan menghormat bendera.

Masa SMA?
Seperti yang dikatan Obi Messakh dalam lagunya Kisah Kasih di Sekolah, pada saat itu saya mengalami yang namanya kisah kasih di sekolah kena hukuman dikeluarin dari kelas sama guru 2x. Kelas 1 sekali dan sekali lagi ketika kelas 3. Ternyata jauh dari lirik nya bung Obi Messakh. hahahaha =)):p. Masa SMA saya lebih banyak dihabiskan dan disibukkan dengan organisasi. Seperti organisasi TPCA (Tim Pengelola Ceramah Agama) yang kegiatannya hampir tidak pernah sepi dan vakum. Jadi wajar donk kalau saya pada saat itu tidak mengalami masa "suram" dengan guru dan pihak sekolah. ;)).

Kembali lagi ke fokus permasalahan, Coba bandingkan dengan sekarang. Tentunya sangat berbeda dan malah kondisinya sangat miris. Lihat saja aksi para siswa yang tidak lulus UN beberapa waktu lalu. Dengan angkuhnya mereka melakukan demo dan memaki guru dengan mengatakan gara-gara guru mereka tidak lulus. Itu salah satu contoh terbaru.

Di Aceh fenomena siswa yang menjelek-jelekkan guru juga tidak mau kalah dengan provinsi lain di Indonesia. Belum lama ini di salah satu Sekolah favorit di Banda Aceh ada sekelompok siswa yang mengatakan gurunya dengan sebutan yang tidak pantas dan tidak berakhlak di facebook. Belum lagi kasus lainnya yang berbuntut panjang dengan berurusan dengan kepolisian.

Dilain sisi, orang tua si murid juga seperti membela perilaku dari anaknya. Padahal telah terbukti dan begitu nyata anak-anaknya melakukan kesalahan. Tapi yang terjadi malah para orang tua ada yang menantang pihak sekolah dan guru, ada yang melapor ke kepolisian dan yang paling gila dengan mengatakan ke publik bahwa telah terjadi pelanggaran HAM.

Jadi jangan heran kalau saat ini dan ke depan nantinya lahir generasi yang berperilaku tidak berakhlak baik. Setiap ada masalah dihadapi dengan anarkis dan emosional. Lihatlah sekarang orang begitu mudah tersulut amarah yang pada awalnya cuma masalah sepele menjadi masalah besar. Yang tadinya hanya bermasalah dengan satu orang kemudian meluas menjadi masalah antar sekolah, antar fakultas, antar kampus, antar kampung dan antar kota antar provinsi. Bus Kaleeeeeeeeeeeeee......hahahaha..santai jangan serius kali. :))

Baiklah,. sambil ditemani tembang-tembang lawas jamannya ayah bunda,nyakwa dan ayahwa, kali ini saya akan lebih serius membahas tentang pentingnya pendidikan karakter bagi umat Islam.


Definisi Karakter

Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit.


Pendidikan Karakter dalam Islam

Sebagai seorang Muslim, kita harus percaya dan yakin bahwa pada diri kita itu memiliki fithrah yang baik yang akan mempengaruhi implikasi-implikasi penerapan metode-metode yang seharusnya kita terapkan dalam hidup kita, tak terkecuali dalam proses belajar mengajar.

Pada tataran praktis siswa diajarkan untuk membiasakan perbuatan baik dan menjauhi keburukan. Dengan melaksanakan salat seseorang secara otomatis ia akan membiasakan prilaku terpuji dengan catatan shalat yang ia lakukan bermakna dalam kehidupan.
Sesuatu yang dibiasakan itu akan melahirkan perbuatan yang otomatis terlaksanakan dan tergerak untuk mengerjakannya. Seperti kata pepatah "Ala bisa karena Biasa". Baik buruknya sesuatu pekerjaan kita itu sangat bergantung pada biasa atau tidak biasanya kita melakukannya. Misalnya orang yang dalam shalat asik batuk-batuk walaupun sebenarnya dia tidak batuk, akan melahirkan kebiasaan yang secara terus menerus mengulang-ngulang pada saat setiap dia shalat. Secara tidak sadar perbuatan itu telah mengganggu kenyamanan orang lain dalam shalat. Awalnya mungkin dia sepele dan tidak sadar dengan perbuatannya itu. Karena tidak ada yang menegur dan tidak sadar, akhirnya batuk yang disengaja itu menjadi kebiasaan dalam setiap shalat, baik berjamaah ataupun shalat sendiri. Akhirnya perbuatan itu terbentuk dan menjadi sebuah karakter pada dirinya. Ya karakter yang suka membuat hal yang aneh-aneh yang tidak dianjurkan dalam agama.

Inilah perumpamaan karakter yang saya maksud yang menjadi sebuah "kebanggaan" atau "ciri khas" pribadi seseorang. Mungkin itu yang sifatnya negatif atau tidak baik. Tentunya banyak sekali contoh yang menunjukkan karakter yang baik. Saya yakin pada diri kita masing-masing memiliki karakter yang baik, seperti karakter yang membiasakan membantu orang lain dan menghargai orang lain.

Shalat Sebagai Metode Pembentukan Karakter
Seperti telah dijelaskan oleh Allah di dalam surat Al-Ma’arij ayat 19-23, di dalam nya terkandung makna bahwa manusia dibekali karakter positif dan negative. Bentuk karakter yang dimaksud dalam ayat ini ialah yaitu berkeluh kesa saat susah, kikir saat mendapat nikmat. Namun, orang yang sholatihim daaimun yaitu orang-orang yang melaksanakan salat dan terus menerusmengamalkan makna shalat dalam keseharian mereka terhindar dari karakter negative sebagaimaa penjelasan dalam ayat 21 dan 22 surat Al-Ma’arij.

Bila kita pahami dalam proses shalat terdapat dialog antara Allah dan hambaNya, seperti dalam surat Fatihah terjadi dialaog yang sangat dalam antar hamba dan Allah SWT. Di dalam surat ini manusia memohon perlindugan kepada Allah dari godaan sayithan, menyatakan Allah itu yang Maha Pengasih dan Penyayang, memuji Allah sebagi penguasa mutlak alam semesta, menyatakan bahwasnya Allah penguasa mutlak hari kiamat, manusia mengakui kelemahannya dengan penyataan kepadaMu kami menyembah, hanya kepadaMu kami meminta pertolongan, manusia memohon petunjuk kepada Allah dalam menjalani kehidupan sebagaimana orang-orang yang Allah telah beri nikmat, dan berlindung dari kesesatan.


Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan atau dalam istilah psikologi pendidikan dikenal dengan istilah operan conditioning. Siswa diajarkan untuk membiasakn prilaku terpuji, giat belajar, bekerja keras, berrtanggung jawab atas setiap tugas yang telah diberikan.

Salat dilakukan 5 kali sehari semalam ialah membiaskan umat manusia untuk hidup bersih dengan symbol wudhu, disiplin waktu dengan ditandai azan disetiap waktu salat, bertanggung jawab dengan simbol pengakuan di dalam bacaan doa iftitah “sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku untuk Allah”, doa ini memberikan isyarat berupa tanggung jawab atas anugrah yang Allah telah berikan.

Pada saat rukuk dan sujud umat muslim diajarkan untuk bersikap rendah hati sikap rendah hati inilah merupakan awal kemulian seseorang. Di dalam hadits Qudsi Allah berfirman:

"Tidaklah Aku menerima shalat setiap orang, Aku menerima shalat dari orang yang merendah demi ketinggian Ku, berkhusyuk demi keagungan Ku, mencegah nafsunya demi larang Ku, melewatkan siang dan malam dalam mengingat Ku, tidak terus menerus dalam pembangkanagan terhadap Ku, tidak bersikap angkuh terhadap mahluk Ku, dan selalu mengasihani yang lemah dan menghibur orang miskin demi keridhoan Ku. Bila ia memanggil Ku, aku akan memberinya. Bila ia bersumpah dengan nama Ku Aku akan membuatnya mampu memenuhinya. Akan Aku jaga ia dengan kekuatan Ku dan Kubanggakan dia diantara malaikat Ku. Seandainya Aku bagi-bagikan nurnya untuk seluruh penghuni bumi, niscaya akan cukup bagi mereka. Perumpamaannya seperti surga firdaus, bebuahannya tidak akan rusak dan kenikmatannya tidak akan sirna" (H.R. Muslim)

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa, pelaksanaan salat tidak hanya sekedar melaksanakan kewajiban pada waktu-waktu salat, melainkan tetap memaknai salat sepanjang aktivitas sehari-hari.(1)

Shalat merupakan tiang agama. Tolok ukur kehidupan seseorang dapat dilihat dari kualitas shalatnya, karena ketika seorang muslim melakukan shalat sesungguhnya ia sedang berhadapan dengan Allah, tentunya berhadapan dengan Allah membutuhkan konsentrasi (khusyu’) dan kedisiplinan.

Kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari memerlukan pembiasaan. Seorang ingin disiplin waktu ia harus membiasakan diri tepat waktu dalam aktivitasnya. Shalat merupakan ibadah yang mendidik berbagai hal mulai dari kedisiplinan hingga komitmen terhadap ucapan sikap dan perbuatan.

Saya pikir tulisan di atas paling tidak bisa menggambarkan tentang pentingnya pendidikan karakter sejak dini bagi setiap individu muslim yang dengan karakter yang baik mudah-mudahan bangsa kita ini bisa lepas dari keterpurukan atau degradasi moral di setiap tingkatan sosial di dalam masyarakat.

Btw, selamat hari pendidikan nasional. Semoga Pendidikan di Indonesia semakin maju dan berkarakter baik.

{ 1 comments... Views All / Post Comment! }

Unknown said...

sesuatu banget tulisannya.. hehe

mampir gan:
www.fs-galery.blogspot.com